Sasaran
Konseling
Pemberian
konseling ditujukan baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Konseling dapat diberikan kepada pasien langsung atau melalui perantara.
Perantara yang dimaksud disini adalah keluarga pasien, pedamping pasien, perawat
pasein,atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian
konselng melalui perantara diberikan jika pasien tidak mampu mengenali
obat-obatan dan terapinya, pasien geriadtrik.
a. Konseling
Pasien Rawat Jalan
Pemberian
konseling untuk pasien rawat jalan dapatdibeikan pada pasien mengambil obat di
Apotek, Puskesmas, dan di sarana kesehatan lainnya. Kegiatan ini bisa dilakukan
di Counter pada saat penyerahan obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di
ruang khusus yang disediakan untuk konseling. Pemilihan tempat konseling
tergantung dari kebutuhan dan tingkat karahasiaan/kerumitan akan hal-hal yang dikonselingkan
kepada pasien. Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang :
1. Menjalani
terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang. (diabetes, TBC,
epilepsy, HIV/AIDS, dll)
2. Mendapatkan
obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara pemakaian yang khusus.
Missal : suppositoria, nema, inhaler, injeksi insulin dll
3. Mendapatkan
obat dengan cara penyimpanan yang khusus.misal : insulin dll
4. Mendapatkan
obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya : pemakaian kortikosteroid
dengan tapering down
5. Golongan
pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya : geriatric, pediadtrik
6. Mendapatkan
obat dengan indeks terapi sempit ( digoxin, phenytoin, dll )
7. Mendapatkan
terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak ( polifarmasi )
b. Konseling
Pasien Rawat Inap
Konseling
pada pasien rawat inap, diberikan pada saat pasien akan melanjutkan terapi
dirumah. Pemberian konseling harus lengkap seperti pemberian konseling pada
rawat jalan, karena setelah pulang dari rumah sakit pasien harus mengelolah
sendiri terapi obat dirumah.
Selain
pemberian konseling pada saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap
juga diberikan pada kondisi sebagai berikut :
1. Pasien
dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat rendah. Kadang-kadang dijumpai pasien
yang masih dalam perawatan tidak meminum obat yang disiapkan pada waktu yang
sesuai atau bahkan tidak diminum sama sekali.
2. Adanya
perubahan terapi yang berupa penambahan terapi, perubahan regimen terapi,
maupun perubahan rute pemberian.
Aspek
konseling yang harus disampaikan kepada pasien
1. Deskripsi
dan kakuatan obat
Farmasis
harus memberikan informasi kepada pasien mengenai :
·
Bentuk sediaan dan cara
pemakaiannya
·
Nama dan zat aktif yang
terkandung didalamnay
·
Kekuatan obat (mg/g)
2. Jadwal
dan cara penggunaan
Penekanan
dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus seperti “minum obat sebelum makan” , “jangan diminum
bersama susu” dan lain sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman
dan perilaku social ekonominya.
3. Mekanisme
kerja obat
Farmasis
harus mengetahui indiikasi obat, penyakit/gejala yang sedang diobati sehingga
Farmasis dapat memilih mekanisme mana yang harus dijelaskan,ini disebabkan
karena banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana dan ringkas
agar mudah dipahami oleh pasien.
4. Dampak gaya hidup
Banyak
regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup. Farmasis harus
dapat menanamkan kepercayaaan pada pasien mengenai manfaat perubahan gaya hidup
untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan
Pasien
harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat terutama obat-obat yang harus
disimpan pada temperature kamar, adanya cahaya dan lain sebagainya. Tempat
penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak.
6. Efek
potensial yang tidak diinginkan
Farmasis
sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alas an terjadinya toksisitasnya
sederhana. Penekanan penjelasan dilakuakn terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin, yang
menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan lain sebagainya. Pasien juga
diberitahukan tentang tanda dan gejala keracunan.
Infrastruktur
Konseling
A. Sumber
Daya Manusia
Kegiatan
konseling obat dilakukan oleh tenaga profesi dalam hal ini, Farmasis yang
mempunyai kompentensi dalam pemberian konseling obat. Farmasis yang
melaksanakan kegiatan konseling harus memahami baik aspek farmakoterapi obat
maupun teknik berkomunikasi dengan pasien. Dalam mewujdkan pelayanan koseling
yang baik maka kemampuan komunikasi harus ditingkatkan. Ini penting agar
terjalin komunikasi yang efektif dan inttensif antara Farmasis dengan pasien.
Strategi komunikasi yang dapat dipakai oleh Farmasis dalam melaksanakan
konseling adalah sbb:
1. Membantu
dengan cara bersahabat :
Pasien yang pasif akan mempersulit
apoteker untuk membuat kesepakatan dan memberikan bantuan pengobatan. Sangat
pentingn bagi apoteker untuk menciptakan suasana yang bersahabat dengan pasien,
ini akan mempengaruhi suasana hati pasien dan pasien menjadi percaya kepada
apoteker. Apoteker dapat memulai konseling dengan menyapa pasien dengan
namanya, memperkenalkan diri, memberikan sedikit waktu untuk pembicaraan umum
sebelum memulai pembicaraan tentang pengobatan. Selama konseling berlangsung maka
apoteker harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh setiap perkataan pasien.
Selain itu apoteker juga harus memperhatikan bahasa tubuhnya agar pasien merasa
lebih dihargai.
2. Menunjukkan
rasa empati pada pasien
Sangat penting adanya perasaan
empati pada pasien selama sesi konseling dilakukan. Ketika apoteker menunjukkan
rasa empati maka pasien akan merasa apoteker peduli kepadanya. Penting bagi
apoteker untuk tahu tentang kebutuhan pasien, ketertarikan pasien, motivasi,
tingkat pendidikan agar dapat disesuaikan dengan informasi yang akan diberikan
oleh apoteker. Menunjukkan rasa empati berarti bahwa komunikasi berjalan dengan
baik.
3. Kemampuan
nonverbal dalam berkomunikasi
Ada beberapa kemampuan nonverbal
yang sangat membantu keberhasilan konseling antara apoteker dan pasien, yaitu :
·
Senyum dan wajah yang
bersahabat, apoteker harus menunjukan perasaan yang bahagia saat akan melakukan
konseling, karena ekspresi wajah apoteker akan mempengaruhi suasana hati
pasien.
·
Kontak mata, kontak
mata langsung boleh terjadi 50% sampai 75% selama sesi konseling.
·
Gerakan tubuh, harus
dilakukan seefektif mungkin. Jika terlalu berlebihan kadang akan mempengaruhi
mood pasien. Sentuhan pada pasien juga kadang dibutuhkan untuk membuatnya
merasa tenang.
·
Jarak antara apoteker
dan pasien, jarak yang terlalu jauh membuat komunikasi menjadi tidak efektif,
begitu juga dengan jarak yang terlalu dekat. Sehinggga posisi dan jarak duduk
antara apoteker dan pasien diatur agar pasien merasa nyaman.
·
Intonasi Suara, selama
komunikasi berlangsung intonasi suara apoteker harus diperhatikan. Suara yang
terlalu pelan atau keras membuat komunikasi menjadi tidak efektif. Begitu juga
dengan penekanan-penekanan kalimat yang dilakukan.
·
Penampilan apoteker
yang bersih dan rapih membuat pasien merasa lebih nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar